Jumat, 20 Januari 2012

Seperti inikah?



Wow hari ini, tepatnya kemarin (ya, menulis tengah malam masih saja terasa seperti di hari kemarin - jika mengerti maksud saya), saya masih bingung di mana saya bisa mendapatkan tempat magang.

Well, kewajiban memenuhi SKS di semester akhir D3 ini sempat membuat tubuh saya bergetar, panik lebih tepatnya. Teman-teman yang lain juga tampak seperti itu. Apalagi kali ini terasa lebih sulit dibandingkan dengan semester sebelumnya, disaat saya masih mencicil waktu perolehan magang dengan nilai 2 sks.

Di semester sebelumnya - saat libur menjelang semester 5 - saya mencari tempat magang di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) . Hemm.. agak susah juga, karena tidak semua KPP bisa menerima mahasiswa untuk magang atau praktek kerja lapangan. Akhirnya saya dan beberapa teman dekat harus berkeliling mencari KPP yang akan menerima kami. Selang beberapa hari, bahkan lebih dari seminggu saya dan yang lain harus bolak-balik mengurus ini itu. Yah, cukup melelahkan.

"Inikah susahnya mencari pekerjaan?" Saya pun berkomentar saat sedang menuju salah satu kpp di kalibata. Berdesak-desakan saat berangkat menuju tempat tujuan dengan disirami terik matahari yang berbau asap, sambil jalan kaki.

***

Well, itu cerita lama. Sekarang saat menjelang akhir tahun (pada waktu itu) saya merasa bahwa saya bisa melewati hari-hari seperti yang saya ceritakan di atas. Dengan berharap semua akan berjalan lebih mudah dan mulus, saya menyusun daftar tempat yang akan saya kunjungi. Namun, entah kenapa harapan yang tumbuh itu kini telah hilang, tak ada tanda-tanda semangat sedikit pun. Yaa.. sebenarnya semangat, sih, masih ada. Tapi.. gimana lagi, makin lama makin tidak ada tanda-tanda penerimaan. Jangankan penerimaan, dihubungi atau diwawancara oleh lembaga ybs. saja tidak.

Alhasil sampai saat ini, dan masih akan terus berlanjut, saya masih saja mencari tempat untuk magang di mana teman-teman sejurusan sudah banyak yang memulai pekerjaannya. Dan kemarin saya harus menuju lembaga yang saya rencanakan sendirian. "Ah, sendirian dan sendirian."

Dengan pengetahuan yang minim tentang lokasi daerah Ibu Kota Jakarta, saya pun berangkat. Awalnya berangkat bersama Papi sampai kantor, kemudian mencari tempat yang saya tuju. Kebetulan tempat pertama yang dituju berada di daerah Petojo Utara yang dekat dengan Harmoni.

1.. 2.. 2A.. 3.. hemm.. deretan ruko saya amati dengan cepat. Sulit sekali menemukan angka yang saya cari-cari sampai akhirnya saya tidak bisa menemukan tempat yang dimaksud. "Wah, ini, sih gawat. Apa kabar magangnya kalo nyari tempatnya aja susah." -- Saya pun menyerah dan minta diantarkan ke halte busway harmoni oleh bapak supir (yaa dianter di sekitar harmoni dan petojo lumayan juga. cukup meringankan).

Dari halte Harmoni, saya masih harus menuju Sudirman untuk menaruh berkas dan CV ke tempat tujuan kedua. Tempat ini sepertinya menjanjikan bahwa saya akan segera diterima. Bagaimana tidak? banyak sekali anak-anak sejurusan yang keterima disana. Bahkan beberapa teman dekat yang tidak mendaftar langsung ditarik dan diterima saat mereka datang hanya untuk menemani. Yah, pantas, kan, aku berpikir seperti itu?

Tapi, ternyata keadaannya berbeda saat saya sudah tiba di lantai lembaga kedua yang saya minati itu. Pertama saya bilang ingin follow up magang, karena sebelumnya saya pernah mengirim berkas melalui email. Namun, kenapa ibu yang satu ini tidak ingat atau mungkin tidak tahu nama saya ya? Padahal saya mengirim email di hari yang sama dengan teman saya yang keterima (hanya berbeda jam). Wah, ini, sih, bukan gawat lagi ya.. tapi apa boleh buat, deh, mendingan taro lagi berkas dan CVnya, berharap akan dipanggil pada waktunya -___-

Selepas dari tempat kedua, rasa penasaran saya terhadap tempat pertama muncul secara tiba-tiba. Masa, sih, tempatnya gak ketemu-ketemu? Pasti ada, tapi mungkin tadi tidak kelihatan.

Yaaah.. akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke daerah Petojo Utara dengan menggunakan transjakarta seperti tadi. Kali ini sedikit penuh busnya, saya tidak kebagian duduk semenit pun. Sesampainya di halte Harmoni saya bingung harus naik apa ke sana. Bertanya dengan abang asongan dan abang angkot pun jadi pilihan sehingga saya kini berada di daerah Petojo, jalan Sangaji lebih tepatnya.

Daripada terlewat lagi.. hem.. lebih baik turun dari angkot dan mulai berjalan kaki. Meneliti dan menyisir setiap angka yang tertera pada setiap bangunan. Ahh.. di manakah tempatnya? Mengapa sulit sekali menemukannya. Saya pun terus berjalan dengan letihnya. Cukup haus juga saat itu. Tenggorokan yang sangat kering membuat suara menjadi parau saat bertanya pada orang sekitar.

Setelah menemukan angka yang dicari, segera saja saya memasuki gedung kecil yang ada di dalamnya. Sepi. Sampai naik ke lantai satu, ternyata isi gedung tersebut kosong, seperti sedang diperbaiki. Aneh sekali. Buru-buru saya keluar dari gedung tersebut karena takut akan terjadi apa-apa. Saya pun bergegas menyusuri jalan raya lagi. Pasti bukan itu tempatnya, pasti.

Terik matahari yang semakin membakar kulit juga membakar tenggorokan. Ahh saya tak kuat. Segera saya membeli minuman dingin untuk menyegarkan dan buru-buru saya berjalan ke arah selanjutnya. Lebih baik saya pulang daripada harus luntang-lantung karena tak tau tempat mana lagi yang harus dituju. Lebih baik kembali ke halte harmoni dan meneruskan perjalanan ke rumah.

Dalam perjalanan pulang, saya hanya termenung sendiri. Ya.. letih sekali hari ini. Pegal. Sangat pegal. Lelah sekali berjalan sendirian tanpa ada orang yang bisa saya hubungi (hp saya tertinggal di rumah. begitulah jika sedang terburu-buru, ada saja yang lupa dibawa). Tanpa sadar, tiba-tiba saya merasa sangat khawatir. Beginikah rasanya mencari pekerjaan saat tak ada rekan disampingmu? Inikah yang orang-orang rasakan saat harus mencari nafkah demi mempertahankan hidupnya? Mungkin ya. Mungkin juga tidak. Dan bahkan mungkin apa yang mereka rasakan melebihi dari apa yang saya rasakan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar