Rabu, 18 Januari 2012

Sawarna, Banten (Part IV)



Perjalanan pulang dari Laguna Pari..


Setelah saya dan teman-teman yang lain puas bermain air, kami semua berkumpul kembali untuk memulai perjalanan berikutnya. Karena banyak anak-anak yang sudah lelah dan sangat pasrah (agak sedikit lebay gapapa kan?), akhirnya kami membentuk dua regu. Di mana regu pertama berisikan anak-anak yang sangat-sangat bersemangat untuk melanjutkan perjalanan ke Goa Lay Lay, sedangkan regu kedua adalah kelompok untuk anak-anak yang sudah tak kuat lagi, termasuk saya.

Apa boleh buat, saya menyerah ketika mendengar bahwa perjalanan dari Laguna Pari ke Goa Lay Lay masih sekitar 1 setengah jam lagi. What? Kaget sekali saya. Ditambah lagi katanya jalan menuju Goa Lay Lay sangat sulit. Hemm.. tidak bisa dibayangkan sulitnya. Makanya saya lebih memilih untuk pulang ke penginapan dan segera ke Pantai Pasir Putih Sawarna dibandingkan ke Goa Lay Lay.

Oh, ternyata lumayan banyak yang ikut ke dalam regu kedua, mungkin sekitar 20 orang. Sepertinya perjalanan berikutnya akan lebih menyenangkan dibandingkan dengan yang sebelumnya. Ya, kami mengambil jalur pulang yang berbeda dengan jalur sebelumnya, tidak melalui tepi pantai. Saya merasa lebih baik ketika melihat kebun-kebun yang dilewati. Berjalan normal layaknya di desa biasa, berjalan dengan semangat layaknya tak ada apa-apa.

Tapi.. tunggu dulu! Ternyata apa yang sudah saya bayangkan tidak menjadi kenyataan. Jalanan menanjak dan berbatu benar-benar melenyapkan khayalan, menghancurkan harapan.


Bisa kalian lihat sendiri. Itulah gambaran awal dari perjalanan saya dan teman-teman saya. Benar-benar menakjubkan alam di sana. Jalan setapak yang abstrak, sebut saja begitu, akan menghantui perjalanan kami kali ini. Dan gambar di atas merupakan permulaan yang sempurna!

Untuk jalan yang selanjutnya benar-benar sangat mengikis kesabaran. Ya, coba saja kalian bayangkan lagi bagaimana keadaan di sana. Jalanan berbatu-batu, lagi berlumpur. Sangat licin. Kami harus berhati-hati sekali melewatinya. Harus pandai memijak pada batu, banyak batu yang pipih banyak pula yang tajam. Belum lagi di saat jalanan sedang terjal menurun. Harus ekstra sabar dan tenang saat melangkah. Harus jeli sekali. Mungkin bagi pendaki gunung merasa biasa dengan ini, tapi bagi kami yang bukan, benar-benar melelahkan.

Sampai setengah jam berikutnya saya masih berada di jalan berbatu tersebut. Begitu melelahkan dan menyedihkan. Terlebih lagi saya dan 6 teman lainnya tertinggal rombongan. Hanya ada 1 laki-laki yang tertinggal untuk menolong kami yang perempuan.

Dalam perjalanan pulang ke penginapan, kami terus berusaha dan berjuang. Berkali-kali harus mencuci kaki dengan air agar licin akibat lumpur berkurang. Berkali-kali juga kami harus beristirahat di tengah jalan untuk meringankan beban pada kaki kami yang lecet, perih, dan pegal. Sekaligus kami harus menumpuk tenaga kami kembali.

Singkat saja, akhirnya kami menemui jalan yang normal. Jalan yang mengarahkan kami ke rumah penduduk setempat. Mengambil jalur menuju sungai dan jalan raya.


Itulah jembatan gantung yang kami lewati untuk mencapai jalan raya. Kelihatannya lebih rentan dibandingkan dengan jembatan yang kami lewati saat menuju penginapan. Rasa ngeri bercampur dengan rasa lelah menyelimuti, tetapi bagaimanapun juga saya dan teman-teman yang lain harus tetap maju agar cepat sampai. Ya, sekitar 20 menit kemudian akhirnya kami sampai ke penginapan dengan melintasi jalan raya, bagi daerah sana, yang begitu panjang. Kira-kira seperti kita berjalan dari Fakultas Fisip UI menuju Kukusan Teknik. Bahkan lebih.

Setibanya di penginapan, saya masih menyempatkan diri untuk melihat-lihat pantai pasir putih yang terlewatkan. Hemm.. sebenarnya lelah sekali, tapi rasa penasaran begitu menarik perhatian. Saya pun melangkahkan kaki menuju pantai tersebut.

 

Begitulah suasana di pantai tersebut. Damai dan menenangkan dengan angin sepoi-sepoi yang berhembus menggelitik kulit, angin yang membelai dedaunan pada pohon, dan menyibakkan rambut kita dikala terduduk sendiri. Begitu indah.

Oh, ya, saya dan teman-teman yang lain tidak bisa melihat Sunset di kala itu. Lagi lagi hujan mengguyur daerah sekitar. Tetapi, kami masih bisa melihat warna langit yang senja, orange, dan menggelap dari balik bilik kami.

Oh, ya, sedikit tips untuk yang mau berkunjung ke sawarna. Pastikan anda membawa sepatu gunung, lap atau kain, air, juga perlengkapan P3K saat anda sedang dalam perjalanan menuju tanjung layar, laguna pari ataupun goa lay lay. Hemm.. hanya untuk berjaga-jaga jika di tengah-tengah perjalanan ada yang terluka. Dan jangan lupa untuk menggunakan sunblock terutama pada bagian wajah atau muka. Karena kalau tidak memakainya, bisa-bisa kulit muka anda terbakar, belang, mengering dan sedikit terkelupas seperti sedang ganti kulit. Hiiii.. saya saja kaget saat di cermin tampak wajah seperti itu, untungnya hanya sedikit.


Terima kasih untuk rekan Doni Joe untuk potret yang memesona.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar