Jumat, 18 Mei 2012

Menanti - Notra Tam - II





Rabu, 14 Maret 1979

Wow, malam yang indah. Hari ini aku berpergian bersama seseorang ke kota Flemyst. Kami begitu senang dan sedikit menjadi begitu romantis saat malam. Apa kau tahu? Aku resmi menjalin hubungan dengan wanita itu, Brigit, wanita yang menarik dan sangat mencuri perhatiaanku. Aku begitu menyukainya dan aku berharap ia dapat membuatku melupakan Arnia untuk selamanya.

Tapi.. pandanganku kini telah berbeda. Aku tak lagi terlalu sakit mengingat waktu-waktuku bersama Arnia, aku dapat menjadikannya sebagai pengalaman yang memberiku pelajaran untuk memperbaiki diriku. Semoga saja hubunganku dengan Brigit dapat berlangsung lama, bahkan selamanya. At least, inilah harapanku saat ini.



Senin, 2 April 1979

Ya, Tuhan.. Ada apa ini? Mengapa sekarang aku merasakan ada sesuatu yang kurang di dalam hatiku? Ada apa denganku? Mengapa rasanya aku tak bahagia menjalin hubungan dengan Brigit? Bukan, aku yakin bukannya aku tak bahagia, tetapi ada saja yang mengganjal hatiku untuknya. Aku sendiri heran dengan diriku, baru saja aku resmi menjalin hubungan dengannya dan merasa bahagia, tapi sekarang mengapa rasa bahagia itu seakan menjadi semu?

Lagi-lagi aku masih saja terpikirkan oleh Arnia. Perbedaan antara Brigit dan Arnia lah yang membuatku merasa seperti ini. Arnia adalah wanita yang baik, sangat atraktif, humoris, penuh pengertian tapi juga keras kepala, sedangkan Brigit adalah wanita yang penurut, pintar dan baik. Tetapi entah mengapa aku merasa Brigit tak bisa membuatku untuk tetap terus menyayanginya, padahal dia wanita penurut yang mau mendengar dan melakukan apa saja yang kuminta. Berbeda sekali dengan Arnia yang meski keras kepala, tapi dia bisa membangkitkan gairah cintaku setiap hari.

Aku hanya bisa berharap semoga perasaan seperti ini hanya sementara saja. Akan ku paksakan diriku untuk tetap mempertahankan hubunganku dengan Brigit.



Minggu, 15 April 1979

Hubunganku dengan Brigit semakin hari semaki jauh dari kata harmonis. Bukan, bukan harmonis yang sesungguhnya, maksudku jauh sekali dari sikap saling mencintai. Aku tak mengerti mengapa sekarang Brigit bersikap keras padaku, apakah dia tahu bahwa aku masih menyimpan luka yang dalam atas kenanganku dengan Arnia? Tapi semua itu tak kentara di wajahnya, seakan dia keras padaku karena memang aku lah yang tak dia sukai saat ini.

Aku terus saja berjalan menyusuri Laguna Oakl, angin pantai yang dengan lembut membelai rambutku membuatku mengingat Arnia sekali lagi. "Ah, Arnia, mengapa kau sangat membebani pikiranku!" Teriak aku dengan rasa marah dan juga sedih.

Apa kau tahu? Pagi tadi hubunganku dengan Brigit telah berakhir, dia yang memutuskan hubungan antara kita. Aku begitu kaget mendengar perkataannya, "Aku tak bisa mencintaimu selagi kamu belum bisa mencintaiku sepenuh hatimu," katanya dengan raut wajah yang sedikit tegang, "lebih baik kita akhiri hubungan kita sampai di sini. Sebaiknya kau menyadari apa yang ada di hatimu, kau tak bisa begini terus."

Sedih jika aku mengingat keputusan darinya itu. Aku sudah berusaha semampuku untuk melupakan Arnia, tapi aku masih saja tak bisa. Harus ku akui aku memang belum bisa mencintai Brigit dan sampai saat ini hanya Arnia yang masih mengunci hatiku. Kini aku hanya bisa menghela nafas dan menenangkan pikiranku.



Senin, 30 April 1979

Aaahh.. Pagi ini begitu cerah, saking cerahnya aku tak bisa menolak sinar mentari masuk ke kamarku. Baiklah, aku harus bangun dan bergegas membersihkan tubuh. Hari ini aku harus pergi ke kampus untuk menghadiri rapat, sebentar lagi pagelaran seni dan pameran karyaku akan segera dilaksanakan.

Sesegera mungkin aku menyiapkan sarapan dan perlengkapan rapat. Sambil merapikan tasku, tiba-tiba pikiranku melayang ke suatu kabar yang ku dengar semalam. Lagi-lagi ini tentangmu, Aria. Ku dengar sampai sekarang kau belum juga menemukan penggantiku, kau belum juga bisa melupakanku rupanya. Mengapa? Aku tak yakin dengan kabar itu. Mana mungkin kau masih menungguku.

Selagi merapikan dasi, tiba-tiba saja terdengar bunyi ledakan yang menyadarkanku dari lamunan yang tiada habisnya ini. Ah, sudahlah sebaiknya aku fokus terhadap rencana pagelaran seniku terlebih dahulu.



Sabtu, 12 Mei 1979

Hari ini adalah hari pagelaran seni pertamaku, aku berharap semuanya akan berjalan dengan lancar. Tanpa ada kesempatan untuk beristirahat, aku menyusun semua rangkaian acara dibantu dengan kru entertainment juga pastinya. Saat semua persiapan telah selesai, aku tinggal menunggu waktu yang datang, pukul delapan malam nanti acara ini baru akan kubuka.

Pukul delapan malam. Ini dia, acaraku akan segera dimulai dan kini saatnya aku memberikan sambutan kepada para pengunjug.

"Selamat malam ladies and gentlemen, ini adalah pagelaran pertamaku. Pagelaranku ini bertemakan tentang kehidupan yang semata tak hanya untuk kebahagiaan, tetapi juga untuk merasakan luka dan air mata yang membuat hidup ini semakin nyata," jelasku kepada mereka, "Pagelaran ini ku beri nama 'Iubesc, O Memorie' dan kupersembahkan juga untuknya."

Dengan semangat aku terus menyampaikan kata sambutanku, dan kini pagelaran telah resmi dimulai. Aku bisa menyaksikan antusias para pengunjung dan raut kepuasan di wajah mereka. Senang rasanya aku bisa melaksanakan janjiku ini. Oh, ya, kau belum tahu, ya? Pagelaran ini adalah janjiku kepada Arnia waktu dulu. Saat itu aku berbisik padanya bahwa suatu saat nanti akan kulukis wajahnya besar-besar dan ku pajang dipagelaran seni yang kupersembahkan untuknya. Semoga saja Arnia datang ke sini dan melihat lukisan yang paling spesial itu.


***



Pagelaran seniku akhirnya selesai juga. Oh, lelah sekali rasanya menyambut tamu-tamu kehormatan yang datang. Tapi dari sekian banyak tamu dan pengunjung yang datang, tak sedikitpun aku melihat Arnia. Apa kau tidak datang?

"Sudahlah jangan terlalu dipikirkan," kataku pada diri sendiri. Lebih baik aku kembali ke ruanganku dan beristirahat mengembalikan tenaga yang sudah hampir habis.

Setibanya di ruang istirahat aku melihat ada sebuket bunga mawar merah di atas mejaku. "Siapa yang memberiku bunga ini? Kenapa tidak secara lagsung saja?" Tanyaku dalam hati. Baiklah, mari kita lihat saja.


"        Bună seară,
         Senang menghadiri pagelaran senimu. Luar biasa sekali.
         Ternyata kau masih ingat pada janjimu dulu. Aku begitu tersipu
         melihat lukisan raksasa di ujung Hallă ini. Terima kasih lukisannya.
         Semoga kau selalu sehat dan semakin sukses.
         
                                                                             Ra Arnia            "



Yang benar saja, kau datang ke sini, Arnia?
Setelah membaca tulisannya tadi, jantungku langsung berpacu dengan cepat. Seakan terlontar jauh dan tinggi, perasaanku melayang. Tanpa berpikir panjang aku langsung berlari keluar, mencari-cari sosok yang kutunggu selama ini. Kemana perginya kau, Arnia?

Penuh keringat dan rasa cemas aku menyusuri seluruh Hallă ini, di lantai dasar, lantai atas, ataupun bawah tanah, aku tak dapat menemukannya. Kini tiba-tiba aku merasa sangat cemas, aku takut tak dapat menemukannya. Dengan perasaan yang hampir mencuat keluar aku berlari sekuat tenaga, mencari Arnia sekali lagi dengan penuh seksama. Aku berharap kali ini aku dapat melihatnya, ya, Tuhan.

Tak lama aku mencari, akhirnya aku menemukannya tak jauh dari Rodria Hallă. "Arnia!" Teriakku dengan keras. Seakan tak mau kehilangan dirinya lagi, aku bergegas berlari dan memeluknya dengan erat. "Arnia.." Gumamku kepadanya sambil meneteskan air mata.

Inilah saat yang kutunggu-tunggu. Bertemu dengan Arnia adalah anugerah Tuhan yang sangat penting bagiku. Setelah sekian lamanya aku tak pernah melihatnya, kini aku dapat memeluknya. Dan perasaanku masih saja sama, seluruh detak jantung dan nafas yang terasa sangat membangkitkan semangatku masih saja sama seperti saat pertama kali aku memeluk Arnia.

Kini tetes air mata tak bisa lagi kubendung, dengan perasaan lega dan bahagia aku menatap Arnia dan memeluknya sekali lagi. "Maafkan aku Arnia, akhirnya aku bisa melihatmu lagi," gumamku kepadanya dan Arnia pun membalas pelukanku.

Aku masih tak tahu apa perasaan Arnia terhadapku, setidaknya aku telah bertemu dengannya. Akan ku mulai lagi halaman baru dan akan ku cari cara agar dia jatuh cinta lagi padaku. Aku selalu mencintaimu Arnia, meski sudah kucoba berkali-kali untuk membuang rasa ini. Aku harap kau merasakan hal yang sama kepadaku. Aku tak kan lagi menyia-nyiakan kesempatan ini, aku akan mempertahankanmu sampai aku mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar