Rabu,
14 Maret 1979
Wow, malam yang indah. Hari ini aku berpergian bersama seseorang ke
kota Flemyst. Kami begitu senang dan sedikit menjadi begitu romantis saat
malam. Apa kau tahu? Aku resmi menjalin hubungan dengan wanita itu, Brigit, wanita
yang menarik dan sangat mencuri perhatiaanku. Aku begitu menyukainya dan aku
berharap ia dapat membuatku melupakan Arnia untuk selamanya.
Tapi.. pandanganku kini telah berbeda. Aku tak lagi terlalu sakit
mengingat waktu-waktuku bersama Arnia, aku dapat menjadikannya sebagai
pengalaman yang memberiku pelajaran untuk memperbaiki diriku. Semoga saja
hubunganku dengan Brigit dapat berlangsung lama, bahkan selamanya. At least,
inilah harapanku saat ini.
Senin,
2 April 1979
Ya, Tuhan.. Ada apa ini? Mengapa sekarang aku merasakan ada sesuatu
yang kurang di dalam hatiku? Ada apa denganku? Mengapa rasanya aku tak bahagia
menjalin hubungan dengan Brigit? Bukan, aku yakin bukannya aku tak bahagia,
tetapi ada saja yang mengganjal hatiku untuknya. Aku sendiri heran dengan
diriku, baru saja aku resmi menjalin hubungan dengannya dan merasa bahagia,
tapi sekarang mengapa rasa bahagia itu seakan menjadi semu?
Lagi-lagi aku masih saja terpikirkan oleh Arnia. Perbedaan antara
Brigit dan Arnia lah yang membuatku merasa seperti ini. Arnia adalah wanita
yang baik, sangat atraktif, humoris, penuh pengertian tapi juga keras kepala,
sedangkan Brigit adalah wanita yang penurut, pintar dan baik. Tetapi entah
mengapa aku merasa Brigit tak bisa membuatku untuk tetap terus menyayanginya,
padahal dia wanita penurut yang mau mendengar dan melakukan apa saja yang
kuminta. Berbeda sekali dengan Arnia yang meski keras kepala, tapi dia bisa
membangkitkan gairah cintaku setiap hari.
Aku
hanya bisa berharap semoga perasaan seperti ini hanya sementara saja.
Akan ku paksakan diriku untuk tetap mempertahankan hubunganku dengan
Brigit.
Minggu, 15 April 1979
Hubunganku
dengan Brigit semakin hari semaki jauh dari kata harmonis. Bukan, bukan
harmonis yang sesungguhnya, maksudku jauh sekali dari sikap saling
mencintai. Aku tak mengerti mengapa sekarang Brigit bersikap keras
padaku, apakah dia tahu bahwa aku masih menyimpan luka yang dalam atas
kenanganku dengan Arnia? Tapi semua itu tak kentara di wajahnya, seakan
dia keras padaku karena memang aku lah yang tak dia sukai saat ini.
Aku
terus saja berjalan menyusuri Laguna Oakl, angin pantai yang dengan
lembut membelai rambutku membuatku mengingat Arnia sekali lagi. "Ah,
Arnia, mengapa kau sangat membebani pikiranku!" Teriak aku dengan rasa
marah dan juga sedih.
Apa
kau tahu? Pagi tadi hubunganku dengan Brigit telah berakhir, dia yang
memutuskan hubungan antara kita. Aku begitu kaget mendengar
perkataannya, "Aku tak bisa mencintaimu selagi kamu belum bisa
mencintaiku sepenuh hatimu," katanya dengan raut wajah yang sedikit
tegang, "lebih baik kita akhiri hubungan kita sampai di sini. Sebaiknya
kau menyadari apa yang ada di hatimu, kau tak bisa begini terus."
Sedih
jika aku mengingat keputusan darinya itu. Aku sudah berusaha semampuku
untuk melupakan Arnia, tapi aku masih saja tak bisa. Harus ku akui aku
memang belum bisa mencintai Brigit dan sampai saat ini hanya Arnia yang
masih mengunci hatiku. Kini aku hanya bisa menghela nafas dan menenangkan
pikiranku.
Senin, 30 April 1979
Aaahh..
Pagi ini begitu cerah, saking cerahnya aku tak bisa menolak sinar
mentari masuk ke kamarku. Baiklah, aku harus bangun dan bergegas
membersihkan tubuh. Hari ini aku harus pergi ke kampus untuk menghadiri
rapat, sebentar lagi pagelaran seni dan pameran karyaku akan segera
dilaksanakan.
Sesegera
mungkin aku menyiapkan sarapan dan perlengkapan rapat. Sambil merapikan
tasku, tiba-tiba pikiranku melayang ke suatu kabar yang ku dengar
semalam. Lagi-lagi ini tentangmu, Aria. Ku dengar sampai sekarang kau
belum juga menemukan penggantiku, kau belum juga bisa melupakanku
rupanya. Mengapa? Aku tak yakin dengan kabar itu. Mana mungkin kau masih
menungguku.
Selagi
merapikan dasi, tiba-tiba saja terdengar bunyi ledakan yang
menyadarkanku dari lamunan yang tiada habisnya ini. Ah, sudahlah
sebaiknya aku fokus terhadap rencana pagelaran seniku terlebih dahulu.
Sabtu, 12 Mei 1979
Hari
ini adalah hari pagelaran seni pertamaku, aku berharap semuanya akan
berjalan dengan lancar. Tanpa ada kesempatan untuk beristirahat, aku
menyusun semua rangkaian acara dibantu dengan kru entertainment juga
pastinya. Saat semua persiapan telah selesai, aku tinggal menunggu
waktu yang datang, pukul delapan malam nanti acara ini baru akan kubuka.
Pukul delapan malam. Ini dia, acaraku akan segera dimulai dan kini saatnya aku memberikan sambutan kepada para pengunjug.
"Selamat malam ladies and gentlemen, ini
adalah pagelaran pertamaku. Pagelaranku ini bertemakan tentang
kehidupan yang semata tak hanya untuk kebahagiaan, tetapi juga untuk
merasakan luka dan air mata yang membuat hidup ini semakin nyata,"
jelasku kepada mereka, "Pagelaran ini ku beri nama 'Iubesc, O Memorie'
dan kupersembahkan juga untuknya."
Dengan
semangat aku terus menyampaikan kata sambutanku, dan kini pagelaran
telah resmi dimulai. Aku bisa menyaksikan antusias para pengunjung dan
raut kepuasan di wajah mereka. Senang rasanya aku bisa melaksanakan
janjiku ini. Oh, ya, kau belum tahu, ya? Pagelaran ini adalah janjiku
kepada Arnia waktu dulu. Saat itu aku berbisik padanya bahwa suatu saat
nanti akan kulukis wajahnya besar-besar dan ku pajang dipagelaran seni
yang kupersembahkan untuknya. Semoga saja Arnia datang ke sini dan
melihat lukisan yang paling spesial itu.
***
Pagelaran
seniku akhirnya selesai juga. Oh, lelah sekali rasanya menyambut
tamu-tamu kehormatan yang datang. Tapi dari sekian banyak tamu dan
pengunjung yang datang, tak sedikitpun aku melihat Arnia. Apa kau tidak datang?
"Sudahlah jangan terlalu dipikirkan," kataku pada diri sendiri. Lebih baik aku kembali ke ruanganku dan beristirahat mengembalikan tenaga yang sudah hampir habis.
Setibanya
di ruang istirahat aku melihat ada sebuket bunga mawar merah di atas
mejaku. "Siapa yang memberiku bunga ini? Kenapa tidak secara lagsung
saja?" Tanyaku dalam hati. Baiklah, mari kita lihat saja.
" Bună seară,
Senang menghadiri pagelaran senimu. Luar biasa sekali.
Ternyata kau masih ingat pada janjimu dulu. Aku begitu tersipu
melihat lukisan raksasa di ujung Hallă ini. Terima kasih lukisannya.
Semoga kau selalu sehat dan semakin sukses.
Ra Arnia "
Yang benar saja, kau datang ke sini, Arnia?
Setelah
membaca tulisannya tadi, jantungku langsung berpacu dengan cepat.
Seakan terlontar jauh dan tinggi, perasaanku melayang. Tanpa berpikir panjang aku langsung berlari keluar, mencari-cari sosok yang kutunggu selama ini. Kemana perginya kau, Arnia?
Penuh keringat dan rasa cemas aku menyusuri seluruh Hallă
ini, di lantai dasar, lantai atas, ataupun bawah tanah, aku tak dapat
menemukannya. Kini tiba-tiba aku merasa sangat cemas, aku takut tak
dapat menemukannya. Dengan perasaan yang hampir mencuat keluar aku
berlari sekuat tenaga, mencari Arnia sekali lagi dengan penuh seksama. Aku berharap kali ini aku dapat melihatnya, ya, Tuhan.
Tak lama aku mencari, akhirnya aku menemukannya tak jauh dari Rodria Hallă.
"Arnia!" Teriakku dengan keras. Seakan tak mau kehilangan dirinya lagi,
aku bergegas berlari dan memeluknya dengan erat. "Arnia.." Gumamku
kepadanya sambil meneteskan air mata.
Inilah
saat yang kutunggu-tunggu. Bertemu dengan Arnia adalah anugerah Tuhan
yang sangat penting bagiku. Setelah sekian lamanya aku tak pernah
melihatnya, kini aku dapat memeluknya. Dan perasaanku masih saja sama,
seluruh detak jantung dan nafas yang terasa sangat membangkitkan
semangatku masih saja sama seperti saat pertama kali aku memeluk Arnia.
Kini
tetes air mata tak bisa lagi kubendung, dengan perasaan lega dan
bahagia aku menatap Arnia dan memeluknya sekali lagi. "Maafkan aku
Arnia, akhirnya aku bisa melihatmu lagi," gumamku kepadanya dan Arnia
pun membalas pelukanku.
Aku
masih tak tahu apa perasaan Arnia terhadapku, setidaknya aku telah
bertemu dengannya. Akan ku mulai lagi halaman baru dan akan ku cari cara
agar dia jatuh cinta lagi padaku. Aku selalu mencintaimu Arnia, meski sudah kucoba berkali-kali untuk membuang rasa ini. Aku
harap kau merasakan hal yang sama kepadaku. Aku tak kan lagi
menyia-nyiakan kesempatan ini, aku akan mempertahankanmu sampai aku
mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar