Selasa, 30 April 2013

Maria - Bagian 2




     "Danielle! Kemari!" Teriak Maria dengan suara yang berbisik saat melihat Danielle datang. Sabtu ini Maria akan membicarakan semua hal kepada Danielle. "Ayo, ikuti aku! Ku rasa sebaiknya kita membicarakan ini di tempatku saja."
     Dengan sangat tergesa-gesa Danielle berusaha mengikuti gerak langkah Maria yang terasa terlalu cepat baginya, "Maria, bisa, kah, kau berjalan lebih pelan sedikit? Aku tak bisa menyamai kecepatan denganmu."
     Maria pun memperlambat langkahnya dan kini menggandeng Danielle agar terus tetap berada disampingnya. "Kau tak biasa, ya, berjalan secepat ini? Kita harus cepat-cepat sampai sebelum ada orang lain yang melihat."

***

      "Baiklah, kunci pintunya."
     "Maria, ini tempat tinggalmu?" dengan raut wajah bingung dan mata yang setengah melotot Danielle menatap setiap sudut ruangan, "Mengapa kau tak pernah bilang padaku?" Sekali lagi Danielle hanya bisa mematung sambil menatap langit-langit ruangan itu, rupanya ia sedikit terkejut mengetahui Maria tinggal di tempat yang sebenarnya tak layak untuk ditinggali.
     "Aku takut kau mengatakannya pada ibu.." sambil menggaruk kepalanya Maria sedikit meringis kepada Danielle, "Jadi.. Aku tak memberitahumu soal tempat ini."
     "Setidaknya aku bisa meminta temanku untuk membantumu mencari tempat tinggal yang lebih layak."
     "Sudahlah Danielle, masalah tempat tinggal sudah tak penting lagi, sekarang yang paling penting bagiku adalah ibu.."
     "Oh, ya aku baru ingat, apa yang kau maksud dalam suratmu itu, Maria? Aku sama sekali tidak mengerti.." sambil melipat tangan Danielle berusaha untuk mencerna semua pemikiran yang ada dalam benaknya, "hmm.. sebenarnya aku mengerti tapi menurutku itu tak masuk akal."
     Maria menghampiri Danielle yang tengah berdiri di depan lemari makanan, "Awalnya aku juga berpikir seperti itu. Kupikir semua itu mustahil dan tak masuk akal, tetapi aku tidak bermimpi, Danielle, aku melihat paman dan bibi bersama Fanette secara nyata!" tukasnya dengan ekspresi yang tidak santai, "Kau tahu? Aku mendengar mereka merencanakan sesuatu untuk mencelakai ibu.."
     "Tapi.. bukankah Duval melakukannya hanya untuk mengelabui Fanette? Dia membelamu, bukan?"
     "Tidak. Paman Duval tidak pernah membelaku, Danielle, ternyata ia hanya berpura-pura agar aku percaya padanya dan menyuruhku tinggal jauh dari Versailles. Aku benar-benar tak habis pikir ia merencanakan sesuatu yang buruk terhadap keluargaku, Danielle!" Kini Maria benar-benar terbalut emosi dan rasa sedih, merah wajah dan nanar matanya membuat Danielle tampak khawatir terhadapnya.
       "Baiklah, Maria, tenangkan dirimu dulu.."
     "Bagaimana aku bisa tenang selagi ibuku terancam akan kejahatan paman dan bibi?" Napas Maria mulai menderu karena sesak yang menyangkut pada pangkal tenggorokannya, begitu sakit karena ia berusaha menahan air mata yang hendak jatuh.
     "Ada aku di sini," Danielle pun memeluk Maria untuk menenangkannya, "Aku akan membantumu, Maria, aku akan selalu mempertaruhkan hidupku untuk keluargamu."
     "Apa kau tahu, Danielle? Belakangan ini aku tiba-tiba saja selalu khawatir akan keadaan ibu. Awalnya aku berpikir rasa khawatirku ini tak masuk akal, tetapi sekarang terbukti ternyata alam bawah sadarku mengetahui rencana paman dan bibi." Air mata mulai menetes dan kini Maria semakin merasa sesak, "Aku takut ibu akan terluka. Kita harus melakukan sesuatu, Danielle!"
     "Ya, itu pasti. Pasti kita akan melakukan sesuatu untuk menggagalkan rencana pamanmu itu.."
     Dengan serius Maria dan Danielle merancang berbagai cara untuk menggagalkan rencana jahat paman Duval. Berbagai cerita, mulai dari kematian ayahnya sampai pertemuan antara paman Duval, bibi, dan Fanette, dirangkai menjadi kisah yang dapat menguatkan tuduhan Maria terhadap mereka.
     "Tapi, Maria, menurutku itu tidak bisa dijadikan pemberat tuduhan, keluarga besar pasti tidak akan percaya ini. Kita harus menemukan bukti dan saksi-saksi atas apa yang dilakukan Duval." Danielle pun semakin bingung.
     "Ya, kau benar, Danielle. Kita harus mencari saksi dan bukti yang kuat. Di antara seluruh pelayan pasti ada yang mengetahui tentang hal ini.." Sambil menerawang ke depan Maria terus berkata, "Apa kau ingat? Sebelum aku pergi dari rumah terjadi pemecatan pelayan di rumah, kan? Menurutku itu patut kita curigai."
     "Ya! Aku ingat! Memang aneh saat itu, menurutku tak ada yang salah dengan pelayan tetapi mengapa mereka memecat pelayan-pelayan itu? Memang patut untuk kita telusuri juga, Maria."
     "Baiklah, Danielle, kurasa sebaiknya kita pergi ke rumah saja dan menelusuri semuanya. Kau harus menyembunyikanku agar seluruh anggota keluarga tidak akan melihatku. Setelah itu kita akan menyusun recana lebih lanjut.." Dengan rasa lelah Maria menghembuskan nafasnya yang panjang, "Beruntung sekali aku mengetahui masalah ini, mereka ceroboh, kalau tidak mungkin aku tak akan tahu bahwa ibu dan kita dalam bahaya."
      "Apa kau yakin, Maria? Aku takut mereka melihatmu.."
      "Jangan takut, Danielle. Ayolah, kita berangkat sekarang."

***

      "Baiklah, Danielle, di mana tempat yang aman utukku bersembunyi di sini?" Sambil menarik napas dalam-dalam Maria terus memperhatikan sekitarnya. "Lebih baik kita cepat-cepat bersembunyi sebelum ada yang melihat."
     "Kemarilah, ikuti aku! Hati-hati melangkah, jangan sampai kau menginjak perangkap yang dibuat oleh Duval."
     Mereka berjalan melewati semak-semak dengan sangat hati-hati. Tanpa cahaya mereka menerka-nerka, tanah mana yang harus mereka injak, jalan mana yang harus mereka hindari. Dalam gelap mereka terus melangkah menuju tempat persembunyian yang telah dipersiapkan oleh Danielle.
     "Baiklah, Maria, ini dia.." Danielle membuka pintu yang rata dengan tanah sambil berbisik kepada Maria. "Masuk dan turunlah, Maria, ini tempat yang aman untuk kita bersembunyi."
     Tanpa ragu Maria melangkahkan kakinya menyusuri anak tangga menuju ruang yang gelap. Lantai yang berderak membuatnya merinding dan sedikit takut akan keadaan di bawah. "Danielle, apakah ruangan ini aman? Maksudku, yaa, tidak ada hewan-hewan liar yang kotor, kan?"
     "Ku rasa di dalam cukup bersih, aku baru membersihkannya dua minggu yang lalu."
     "Baiklah.. semoga saja di dalam tidak menyeramkan seperti apa yang kubayangkan, ya."

***

     "Maria, cepat bangun! Ada berita yang mencengangkan, Maria!" Dengan panik Danielle terus mengguncang tubuh Maria.
     Sekejap semua mimpi dalam tidur menghilang dan kini Maria terpaksa harus membuka matanya. "Mmmm.. Ada apa, Danielle? Ini masih terlalu pagi.."
      "Sepertinya Ibumu benar-benar sedang dalam bahaya."
     "Ya, memang Ibuku sedang dalam bahaya seperti yang kita bicarakan tempo hari, Danielle."
     "Bukan, bukan itu maksudnya. Sebaiknya nanti malam kita berjaga di dalam ruangan Ibumu, Maria. Aku akan memberitahunya bahwa nanti malam kita akan berada di dekatnya."
     Setengah menguap Maria berusaha mencerna apa yang dikatakan oleh Danielle. "Maksudmu? Kita sudah mulai bergerak nanti malam? Hah?"
     "Ya, begitulah kira-kira. Jangan lupa siapkan perlengkapan yang mungkin dibutuhkan, jika perlu kau harus membawa pisau! Sekarang aku harus bekerja. Aku akan mencari cara untuk membawamu ke ruangan Ibumu." Danielle segera berlari ke atas dan kembali melakukan rencana.
     Aduh, bagaimana ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Sepertinya sangat gawat, aku tidak mengira permasalahannya separah ini. Tidak, tidak, aku harus bergegas dan menyusun rencana untuk menghadapi kemungkinan terburuk. Ya, Tuhan, tolong aku. 
     Segera Maria beranjak dari tempat tidurnya, dengan cermat ia membaca strategi yang telah ia rencanakan bersama Danielle. Tak lupa Maria menyiapkan perlengkapan dengan teliti-mulai dari tali, perekat, paku, hingga pisau siap mengisi tasnya untuk malam ini. Kali ini Maria benar-benar serius memperhatikan segalanya. Sekuat hati berusaha untuk tetap kuat meski gemetar tubuhnya tak dapat ia tahan. Hatinya begitu berdebar saat membayangkan apa yang sedang terjadi hingga Danielle menyuruhnya berjaga malam ini. Benar-benar rasa khawatir sekaligus takut begitu menyelimuti batinnya.
     Selesai menyiapkan apa yang diperlukan, kini Maria segera membersihkan diri dan bersolek dengan indahnya. "Jangan sampai ibu melihatku dalam keadaan yang menyedihkan, bisa-bisa nanti ibu menangis karena aku begini." Sambil berkaca Maria memasukkan makanan ke dalam perutnya, "Aku juga harus makan banyak hari ini, untung Danielle meyiapkan bermacam makanan nikmat untuk menambah tenaga ekstra. Hemm.."
     Setelah bersiap-siap, Maria mulai memikirkan lagi strategi yang perlu ia lakukan nanti malam. Dengan gelisah Maria menerka-nerka apa yang akan terjadi, membayangkan bagaimana caranya ia dan Danielle membongkar rahasia si Duval, bibi Antoinette, dan Fanette yang jahat. Gusar sekali siang itu, sambil menunggu Danielle yang akan datang memberi petunjuk ia hanya bisa memendam rasa takut yang besar.

***

     "Maria, bagaimana persiapannya?" Tiba-tiba saja Danielle masuk ke tempat persembunyian dengan tergesa-gesa. "Maaf, ya, aku lama sekali di atas. Bagaimana? Masih ada yang perlu ku bereskan?" Danielle segera merapikan tasnya, napasnya begitu tersengal.
     "Kau kenapa, Danielle? Apa yang terjadi?" Dengan perasaan khawatir Maria bertanya pada Danielle.
     "Tidak ada apa-apa. Baiklah, sudah beres? Jika sudah siap, sebaiknya kita bergerak cepat. Orang-orang di atas sedang sibuk minum teh bersama di taman belakang."
     "Baiklah, Danielle, ayo, kita berangkat."



Would be coming soon.. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar